Powered By Blogger
Pkl at Jakarta Slideshow: Nidar’s trip from Benteng, Selayar Island, Indonesia to Jakarta was created by TripAdvisor. See another Jakarta slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.

Senin, 06 Juni 2011

Prinsip 6 Benar Dalam Pemberian Obat

Dalam memberikan pengobatan kita sebagai perawat harus mengingat dan memahami prinsip enam benar (dulu lima benar) agar kita dapat terhindar dari kesalahan dalam memberikan obat, prinsip enam benar tersebut akan kita bahas dalam postingan kali ini, namun ada baiknya juga kita mengetahui peran masing-masing profesi yang terkait dengan upaya pengobatan tersebut.
Peran Dokter dalam Pengobatan

Dokter bertanggung jawab terhadap diagnosis dan terapi. Obat harus dipesan dengan menulis resep. Bila ragu tentang isi resep atau tidak terbaca, baik oleh perawat maupun apoteker, penulis resep itu harus dihubungi untuk penjelasan.
Peran Apoteker dalam Pengobatan

Apoteker secara resmi bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi obat.selain itu apoteker bertanggung jawab atas pembuatan sejumlah besar produk farmasi seperti larutan antiseptik, dan lain-lain.

Peran penting lainnya adalah sebagai narasumber informasi obat. Apoteker bekerja sebagai konsultan spesialis untuk profesi kedokteran, dan dapat memberi nasehat kepada staf keperawatan dan profesi kesehatan lain mengenai semua aspek penggunaan obat, dan memberi konsultasi kepada pasien tentang obatnya bila diminta.
Peran Perawat

Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.

Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.

Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
Prinsip Enam Benar

1.Benar Pasien

Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

2.Benar Obat

Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.

Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

3.Benar Dosis

Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !

4.Benar Cara/Rute

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.

5.Benar Waktu

Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

6.Benar Dokumentasi

Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat

Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 - 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.
Kesalahan Pemberian Obat

Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah.

Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.
Pedoman KIE Perawat kepada Pasien atau Keluarga

Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes melitus, dan lain-lain.

Mengapa Pasien Tidak Patuh dalam Meminum Obatnya ?
Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan itu.
Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya.
Sukarnya memperoleh obat tersebut di luar rumah sakit.
Mahalnya harga obat.
Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab atas pemberian obat itu kepada pasien.

Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu memberikan KIE kepada pasien maupun keluarga tentang :
Nama obatnya.
Kegunaan obat itu.
Jumlah obat untuk dosis tunggal.
Jumlah total kali minum obat.
Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum bersama susu)
Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
Rute pemberian obat.
Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin.

 Cara penyimpanan obat, perlu lemari es atau tidak
Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau tidak

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kolaborasi pemberian obat:

Memberikan obat adalah salah satu tanggungjawab sebagai perawat. Kesalahan dalam penghitungan dan pemberian obat seringkali terjadi terutama pada perawat yang kurang berpengalaman, tetapi kita dapat menghindari masalah yang serius dengan mengikuti aturan dasar dalam pemberian obat. Berikut ini ada beberapa hal yang mesti kita lakukan yaitu :
Mengetahui kebijakan dan prosedur rumah sakit untuk pemberian obat.
Periksa instruksi dokter.
Mengetahui prinsip enam benar.
Baca masing masing label tiga kali.
Tanyakan kepada pasien / keluarganya (jika pasien tidak sadar) jika ada riwayat alergi terhadap obat-obat tertentu.
Jangan biarkan adanya gangguan saat menyiapkan obat karena konsentrasi anda mungkin akan terganggu.
Jangan berpendapat bahwa bagian farmasi selalu benar, lakukan pemeriksaan ulang terhadap obat yang diterima dari farmasi.
Jangan pernah memberikan obat yang tidak memiliki label / etiket.
Bila masih ragu, jangan mencampur obat.
jangan menuangkan kembali cairan ke dalam botol.
Selalu memeriksa identitas pasien sebelum memberikan obat.
Periksa ulang perhitungan obat.
Kenali antidot, terutama bila memberikan obat-obat inttravena.
Kenali kerja, efek samping dan reaksi balik dari obat sebelum memberikan obat.
Selalu mengetahui waktu pemberian yang diharuskan bila memberikan obat-obat intravena.
Bila memastikan instruksi dokter, sebaiknya bicarakan hanya dengan dokter yang menuliskan obat tersebut.

Mencegah Kesalahan Pemberian Obat
Waspadalah terhadap nama obat yang hampir sama.
Waspadalah selalu terhadap penggunaanbanyak tablet.
Waspadalah terhadap perubahan yang tiba-tiba dalam instruksi obat-obatan.
Selalu mencocokkan instruksi yang tidak jelas dengan dokter.
Selalu memastikan instruksi pemberian obat secara khusus.
Lihat kembali nama generik obat bila tidak yakin sungguh-sungguh.
Jangan menginterpretasikan tulisan tangan yang tidak jelas, yakinkan dengan dokter yang bersangkutan.
Berikan perhatian khusus terhadap pemberian obat-obatan yang banyak.
Periksa kembali bila pasien mengatakan “saya sudah minum pil saya”

Rabu, 01 Juni 2011

Riset WHO: Radiasi Ponsel Bisa Picu Kanker

Menurut penelitian awal, ada bukti bahwa radiasi ponsel bisa memicu dua tipe kanker otak
Ilustrasi radiasi Ponsel terhadap otak
Sebuah panel ilmuwan terkemuka mengungkapkan bahwa radiasi dari telepon seluler (ponsel) bisa menjadi agen penyebab kanker otak. Para ahli menempatkan ponsel dalam kategori benda yang memiliki risiko bagi kesehatan, sama dengan pestisida, DDT, knalpot bensin, dan kopi.

Menurut kantor berita Associated Press (AP), temuan ini diumumkan Selasa, 31 Mei 2011 di Lyon, Prancis, oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker setelah melakukan sejumlah riset. Badan ini berada di bawah arahan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Setelah penelitian bersama selama seminggu penuh, para ilmuwan menemukan tipe radiasi elektronagnetik di telepon seluler, microwave, dan radar. Menurut mereka, ada bukti bahwa radiasi telepon seluler bisa memicu dua tipe kanker otak. Namun bukti itu perlu diteliti lebih lanjut.

"Kami menemukan beberapa benang merah, bukti yang mengungkapkan pada kami bagaimana kanker bisa terjadi. Namun masih ada beberapa hal yang belum diketahui dan harus dipastikan,"kata anggota panel, Jonathan Samet dari Universitas Southern California, seperti dimuat AP, Rabu 1 Juni 2011.

Sementara, anggota panel yang lain, Kurt Straif mengatakan, paparan tertinggi radiasi adalah saat ponsel digunakan untuk menelepon. "Untuk penggunaan pesan pendek (SMS) atau menggunakan perangkat hands-free akan memperkecil paparannya."

Namun, meski 'berpeluang karsinogen (zat penyebab kanker)' itu tak berarti ponsel secara otomatis menyebabkan kanker. Dan sejumlah ilmuwan pun yakin, temuan ini tak akan lantas mengubah kebiasaan orang.

"Apapun dimungkinkan menjadi karsinogen," kata Donald Berry, profesor biostatistik di MD Anderson Cancer Center di Universitas Texas. Ia tak terlibat dalam penelitian ini. "Ini bukan sesuatu yang saya khawatirkan dan tak akan menghentikan saya menggunakan telepon genggam."

Karena ponsel sangat populer, mungkin mustahil bagi para ahli untuk membandingkan antara pengguna ponsel yang menderita tumor otak dengan orang yang tidak menggunakan perangkat namun memiliki penyakit yang sama. Apalagi, menurut survei tahun lalu, jumlah pelanggan ponsel di seluruh dunia telah mencapai lima miliar, atau hampir tiga perempat dari populasi global.

Ponsel mengirimkan sinyal ke menara terdekat menggunakan frekuensi gelombang radio -- dengan bentuk yang sama dengan gelombang radio FM dan microwave. Namun radiasi dari ponsel tidak secara langsung merusak DNA dan berbeda dengan tipe radiasi yang lebih kuat seperti sinar X dan radiasi ultraviolet.
Dalam level tinggi, gelombang dari ponsel bisa memanaskan jaringan tubuh. Namun belum dipastikan, apakah itu bakal merusak sel tubuh manusia.

Beberapa ahli menyarankan pengguna ponsel mengenakan headset atau earpiece nirkabel jika khawatir dengan dampak yang ditimbulkan alat itu bagi kesehatan.

Menurut Otis Brawley, kepala kesehatan American Cancer Society, mengimbau agar orang-orang lebih mengkhawatirkan ancaman nyata ketimbang ponsel. "Meski ponsel bisa menyebabkan tumor otak, namun itu membunuh orang jauh lebih sedikit daripada kecelakaan lalu lintas misalnya," kata dia.
Meski demikian ia menyarankan pembatasan ponsel untuk anak-anak. Sebab, otak mereka masih berkembang.

Sumber : VIVAnews.com